Siapakah Panembahan Juminah?

Panembahan Juminah lahir dengan nama Raden Mas Bagus, putra dari Panembahan Senopati, raja pertama Mataram Islam, dengan Permaisuri Kedua, Raden Ayu Retno Dumilah — putri sulung Panembahan Timur, Adipati Madiun I. Panembahan Timur sendiri merupakan putra bungsu Sultan Trenggana dari Demak dengan Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, putri Sunan Kalijaga.
Saat dewasa, Raden Mas Bagus menyandang gelar Pangeran Balitar I. Ketika saudaranya, Raden Adipati Pringgalaya, wafat, beliau diangkat menggantikan posisi tersebut sebagai Bupati Madiun, dan menerima gelar baru: Kanjeng Pangeran Adipati Jumina Petak atau dikenal juga sebagai Adipati Mangkunegara I. Ia memerintah Madiun dari tahun 1601 hingga 1613 M.
Sebagai putra dari permaisuri, Pangeran Juminah sempat digadang-gadang menjadi calon penerus tahta Mataram menggantikan ayahandanya, Panembahan Senopati. Namun, takdir membawanya menjadi Adipati di Madiun.
Setelah Panembahan Hadi Hanyokrowati wafat, Sultan Agung menikahkan ibunda beliau, Ratu Mas Hadi, dengan KP Adipati Jumina Petak. Dalam pernikahan ini, gelar Panembahan Juminah diberikan kepada beliau.
Dari pernikahan tersebut, Panembahan Juminah dan Ratu Mas Hadi menurunkan:
1. Raden Ayu Djurumayem, menikah dengan Panembahan Jurumayem.
2. Pangeran Adipati Balitar, yang menurunkan:
Pangeran Tumenggung Balitar Tumapel III (dimakamkan di Kuncen, Madiun),
yang menurunkan Pangeran Arya Balitar IV (dimakamkan di Astana Nitikan, Yogyakarta),
dan selanjutnya menurunkan Raden Ayu Puger, garwa (istri) Sunan Pakubuwana I dari Kartasura, yang menjadi leluhur Sunan Amangkurat IV.
3. Raden Haryo Suroloyo.
4. Raden Ayu Kajoran, menikah dengan Pangeran Kajoran, dan menurunkan seorang putri yang kelak menjadi istri Amangkurat I, serta menjadi leluhur Sunan Pakubuwana I.
Panembahan Juminah dikenal sebagai seorang bangsawan Mataram yang patriotik. Pada tahun 1629, beliau bersama Tumenggung Singoranu dan pasukan Mataram ikut serta dalam penyerbuan ke Batavia guna menghalau kekuatan VOC Belanda (Kumpeni).
Dalam masa kepemimpinan Sultan Agung, ketika dibangun kompleks pemakaman raja-raja Mataram di Bukit Giriloyo (Kabul), Panembahan Juminah mendapat amanah untuk mengawasi pembangunan tersebut. Namun, sebelum pembangunan rampung, pada tahun 1632, Panembahan Juminah wafat dan dimakamkan di Astana Giriloyo, tempat yang ia awasi sendiri pembangunannya.(*)
Ditulis oleh:
K.R.T. Koes Sajid Jayaningrat